Selikuran, Tradisi dan Silaturhami

Didik Rustanto 27 Juni 2016 12:05:46 WIB

SID, Bendungan Selikuran (21 Ramadhan) menurut masyarakat jawa memiliki nilai/arti yang spesial. Tradisi malam selikuran (21 Ramadhan) adalah tradisi budaya sekaligus religius (agama) yang syarat dengan makna. Pada umunya masyarakat jawa memperingati malam selikuran dengan berbagai ragam tradisi. Tentunya hal ini sangat istimewa, karena kita dapat melihat banyak nilai-nilai positif yang ada dalam peringatan selikuran tersebut.

 

Begitu pula dengan warga masyarakat Desa Bendungan memperingati “Selikuran” dengan acara kenduri bersama-sama . Di dalam tradisi kenduri ini terdapat beberapa nilai positif yang bisa kita ambil hikmahnya diantaranya :

a. Silaturahmi dan Kebersamaan ; masyarakat Jawa melaksanakn kenduri dibalai pertemuan (balai desa, balai dusun, balai RW) atau di rumah tokoh masyarakat / sesepuh. Kalau masyarkat yang tidak melakukan kegiatan kenduri berapa kali setahun bisa bersilaturahmi dengan seluruh tetangga satu padukuhan / RT / RW?
b. Bersedekah : Makanan yang telah disiapkan dari rumah dikumpulkan jadi satu dan sebagian diberikan kepada ustadz / modin / kaum / tokoh masyarakat dan juga untuk takjil.
c. Berbagi rasa : Kenduri yang dibuat pada peringatan selikuran ini menunya biasa (tidak dilebih-lebihkan) hanya nasi, sayur Lombok, tahu, tempe, mie dan krupuk. Makanan sederhana ini kemudian dikumpulkan jadi satu dan dicampur kemudian dibagikan lagi ke warga. Banyak rasa dalam masakan jadi satu.
d. Doa Bersama : diakhiri acara kenduri juga dilaksanakan doa bersama dengan cara islam. Doa yang dipanjatkan untuk kelancaran puasa, harapan lailatul qodar, serta shalawat untuk rasulullah.(@didik)

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Terjemah